JCS - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan dan Kabiro Humas Setjen MPR RI Siti Fauziah membedah buku di Cianjur pada (25/2/2021). Buku yang dibedah tersebut berjudul 'Nakhoda Menatap Laut yang merupakan biografi Syarief Hasan.
Hadir civitas akademika dan politisi, hadir pula Kabiro Humas Setjen MPR RI Siti Fauziah, dan pembedah buku yakni Dosen Universitas Putra Indonesia Denny Aditya Dwiwarman.
Syarief Hasan pun membeberkan isi buku yang berjudul ‘Nakhoda Menatap Laut’. Diantaranya tentang kisah seorang anak dari daerah yang pada saat itu terpencil dan terpelosok di Pulau Sulawesi.
Menurutnya, pada tahun 1940-an untuk menuju daerah tersebut sangat sulit. Bila ditempuh melalui perjalanan darat dibutuhkan waktu kurang lebih selama 20 jam.
Jalan yang biasa ditempuh Syarief Hasan pada saat ia kecil adalah melalui laut. Transportasi laut yang ada saat itu bukan kapal penumpang, namun kapal barang. “Adanya kapal barang pun seminggu sekali,” tuturnya.
Menteri Koperasi dan UMKM pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang (SBY) itu menggambarkan susah dan sulitnya menuju daerah yang disebutnya Kota Palopo.
“Pada masa lalu beda dengan saat ini. Pada masa itu radio saja barang mewah apalagi televisi”, kata politikus Partai Demokrat itu.
Tidak hanya sulit untuk menuju ke Palopo pada masa dirinya bocah. Ketika itu di Sulawesi Selatan juga terjadi pemberontakan DI/TII.
Peristiwa yang terjadi mengingatkan bagaimana ketika tentara dari Jawa (TNI) dan pasukan DI/TII bertempur.
Diceritakan, menjelang magrib seluruh penduduk yang ada di sana harus berada di rumah. Tak hanya itu, penduduk yang ada di sana juga membuat ‘bunker’ di bawah rumah panggung.
Bunker-bunker yang ada digunakan penduduk untuk berlindung bila terjadi pertempuran antara TNI dan pasukan DI/TII.
“Kami berlindung di bunker untuk menghindari peluru nyasar,” tuturnya.
Menurutnya, pertempuran yang sering terjadi membuat masyarakat ingat mana suara tembakan yang diluncurkan TNI dan yang dimuntahkan pasukan DI/TII.
Sulitnya kehidupan pada masa itu membuat Syarief Hasan kecil mempunyai cita-cita tinggi agar bisa hidup lebih baik.
Untuk itu, dirinya pergi ke Makassar guna menempuh pendidikan. Di Makassar ia tinggal bersama saudaranya.
“Saat ini bila mahasiswa ingin kuliah di kota lain bisa indekos,” tuturnya.
Namun, kata dia, pada masa lalu itu bila ada anak yang ingin sekolah di kota lain maka harus mencari saudaranya untuk menumpang hidup.
“Sebagai gantinya, anak yang menumpang hidup pada saudaranya, ia harus bisa memberi kontribusi atau membantu saudaranya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Saya pun juga demikian,” ungkapnya.
Saat sekolah di Makassar, Syarief Hasan termotivasi pada dosen-dosennya yang terbilang sukses dalam kehidupan, seperti habis menempuh pendidikan di luar negeri dan memiliki mobil. “Hal-hal itulah yang memotivasi saya,” ungkapnya.
Sejak SD, dirinya mempunyai prinsip harus menguasai sesuatu yang tidak dikuasai oleh orang lain.
Dalam perjalanan selanjutnya, dirinya masuk Partai Demokrat. Di partai ini, Syarief Hasan dengan terus terang mengakui bila dirinya dibimbing dan dibina oleh SBY. (Hn)